Bidang Kader PC IMM Kotim pernah menyelenggarakan debat internal untuk
membahas Program KB dengan tema “Program KB, Solusi atau Bencana?”. Tim dibagi
menjadi dua : Tim Pro (setuju dengan program KB) dan Tim Kontra (tidak setuju
dengan program KB)
***
Tim Pro :
Program KB adalah solusi untuk permasalahan umat terutama di Indonesia.
Ledakan penduduk yang begitu dahsyat akan mengundang kesengsaraan bagi umat
Indonesia apalagi dengan tidak diimbangan kebutuhan sandang, pangan dan papan
yang baik. Lihat banyak penduduk yang jadi gelandangan, busung lapar dan
kemiskinan merebak disudut-sudut kota, maka pengendalian penduduk dengan
menggunakan program KB adalah solusi bangsa ini. Ditambah lagi pemahaman minim
orang tua untuk mengasuh anak, kurang kesadaran pentingnya pendidikan
dikeluarga serta kemapuan ekonomi yang rendah, maka adalah solusi yang tepat
jika program KB dilanjutkan.
Sebagaimana Firman Allah : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195)
Memiliki banyak anak tanpa kendali dan persiapan yang baik, maka hal
tersebut termasuk dalam golongan orang-orang yang menjatuhkan dirinya dalam
kebinasaan. Ditinjau dari segi kesehatan, jarak kehamilan yang terlalu singkat
akan membahayakan sang ibu dan kurangnya asupan gizi pada Air Susu Ibu (ASI).
Tim Kontra :
"Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki kepada
mereka dan juga kepadamu…” (QS. Al-Israa’ : 31).
Barang siapa yang bertaqwa akan ayat ini, ia tidak akan ragu untuk
memiliki anak seberapapun, karena ia yakin Allah lah yang mengatur segalanya.
Banyak anak banyak rezeki, membatasi kehamilan adalah perbuatan yang dilaknat
oleh Allah, hal itu sama saja menghentikan peradaban manusia di dunia.
Berkembangnya manusia di muka bumi sebagai khalifah akan membawa berkah untuk
meluaskan Agama Allah.
***
Demikian perdebatan tersebut di atas saling menguatkan opini
masing-masing. Hikmat dari kegiatan ini kader-kader semakin kritis dalam
menanggapi isu-isu dan program yang diselenggarakan disekitarnya.
Untuk mendapatkan pencerahan kembali, maka penulis berusaha menggali
refrensi berkenaan dengan permasalahan di atas. Silahkan disimak…
Ada dua hal yang pertama kali harus dapat kita ketahui perbedaannya
dengan jelas: yakni
menunda kehamilan dan membatasi kehamilan.
Menunda kehamilan berarti mencegah kehamilan sementara, untuk memberikan
jarak pada kelahiran yang sebelumnya. Sedangkan membatasi kehamilan atau
membatasi kelahiran, berarti mencegah kehamilan untuk selama-lamanya setelah
mendapatkan jumlah anak yang diinginkan.
Pada permasalahan yang kedua, yakni membatasi kehamilan atau membatasi
kelahiran, dengan jalan mensterilkan rahim, pengangkatan rahim, dsb, dengan
tanpa sebuah alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat, maka hal tersebut HARAM hukumnya.
Kecuali pada keadaan dimana seorang wanita terkena kanker ganas atau yang
semacamnya pada rahimnya, dan ditakutkan akan membahayakan keselamatannya, maka
insya Allah hal ini tidak mengapa.
Sedangkan pada permasalahan yang pertama, yakni mencegah kehamilan untuk
menunda dan memberi jarak pada kelahiran yang sebelumnya. Jarak kelahiran dan
kehamilan kembali yang terlalu dekat memang kurang baik dampaknya bagi anak,
ibu, dan janin.
Pertama, anak akan kekurangan suplai ASI. Ketika seorang ibu hamil
kembali dan ada anak yang masih berada dalam masa penyusuannya, maka produksi
ASI yang dihasilkannya akan berkurang. Menurut dokter, sekurang-kurang 6 bulan
jika Anda ingin hamil kembali setelah Anda melahirkan. Dan jangan lupakan,
bahwa anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan ASI terbaik dan pendidikan
terbaik di usia dininya.
Kedua, kondisi ibu belum pulih benar. Setelah hamil selama lebih dari 9
bulan, kemudian melahirkan, maka seorang ibu membutuhkan waktu untuk membuat
tubuhnya kembali fit. Apalagi jika masih ada bayi yang membutuhkan perhatian
ekstra seorang ibu. Memang, inilah perjuangan seorang ibu. Tapi, pastikan juga
Anda tetap menjaga kesehatan Anda dan keluarga Anda.
Ketiga, janin yang dikandung memiliki resiko lebih besar dan lebih
tinggi untuk lahir prematur, bayi meninggal, dan bayi cacat lahir. Karena itu,
tunggulah sampai setahun dua tahun untuk kembali hamil.
Nah, untuk menjaga jarak kehamilan, ada wanita yang secara alami tidak
hamil kembali selama berbulan-bulan setelah ia melahirkan. Keadaan alami ini
bisa karena faktor menyusui,
KB kalender, atau ‘azl.
‘Azl adalah mengeluarkan sperma laki-laki di luar vagina wanita dengan
tujuan untuk mencegah kehamilan. Dari Jabir ra berkata : Kami melakukan
‘azl pada masa nabi SAW dimana al-Qur’an masih terus diturunkan, dan hal
tersebut diketahui oleh nabi SAW tetapi beliau tidak melarangnya. (HR.
Al-Bukhari (no. 5209) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1440) kitab an-Nikaah).
Syaikh Abu Muhammad bin Shalih bin Hasbullah dalam bukunya, mengatakan
bahwa termasuk ‘azl adalah alat atau segala macam sarana yang digunakan oleh
wanita untuk mencegah kehamilan dalam waktu tertentu. Baik itu berupa pil
atau yang lainnya. Hukumnya
boleh, dengan catatan, pencegahan ini hanya berlaku sementara (tidak
selamanya), dan tidak karena takut miskin atau takut rizkinya menjadi sempit.
Jika penggunaan kontrasepsi ini dengan alasan karena takut miskin, takut
tidak dapat membiayai kehidupan anak-anak, dsb, maka ini hukumnya haram secara
mutlak. Karena telah termasuk di dalamnya berprasangka buruk kepada Allah.
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki kepada
mereka dan juga kepadamu…” (QS. Al-Israa’ : 31).
Beberapa alasan yang diperbolehkan untuk melakukan penundaan kehamilan
adalah
1. Seorang wanita tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota
badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil.
2. Jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil
lagi, dengan niatan untuk memberikan pendidikan usia dini bagi anak, sampai
siap untuk hamil kembali.
Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier
atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana
yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak
boleh hukumnya.
refrensi : www.fiqihwanita.com
Assalamualaikum
BalasHapusJika membaca Artikel anda, saya menangkap kesan bahwa anda berpendapat
1. KB boleh dilaksanakan dengan tujuan menunda kehamilan dengan alasan menjaga kesehatan
2. KB Haram dilakukan dengan alasan ekonomi, takut anaknya tdk terawat dengan baik walaupun hanya sebatas menunda kehamilan
3. KB Haram dilakukan jika tujuannya mencegah kehamilan seterusnya walaupun sebuah keluarga sudah memiliki anak (5 orang misalnya)
Mohon maaf jika saya pendapat saya berbeda :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu…” (QS. Al-Israa’ : 31).
Penggalan ayat ini :
1 "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan"
Bukankan ayat ini bisa dpahami sebagai membunuh anak-anak yang sudah dikandung (sudah ditiupkan roh), atau yang sudah lahir..?? Sehingga untuk KB kontrasepsi (misal SUNTIK) kan si istri memang belum hamil (mencegah bertemunya sperma dan sel telur). Dengan demikian bukankan KB tidak bertentangan dengan ayat tersebut walaupun untuk mencegah punya anak lagi karena sudah memiliki 3 anak...?? Beda halnya dengan suami istri yang belum memiliki anak lalu ber KB dengan alasan belum mau padahal ditinjau dari sisi manapun telah siap
2. "Kamilah yang akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu"
Rizki yang dimaksud disi dapat dipahami :
a. Bukan hanya yang bersifat materi (Income) tetapi juga bisa kesehatan, keselamatan dll.
b. Rizki setiap manusia (keluarga) tidaklah sama. Ada keluarga pendapatannya hanya cukup untuk biaya hidup saja walaupun sudah berusaha maksimal. Ada keluarga yang diberi rizki materi lebih (Posisi suami di kantor melejit karirnya) sehingga pendapatan juga tinggi.
Jadi menurut saya untuk punya anak (seberapa jumlahnya) tetap dengan perhitungan matang dari segala aspek (termasuk income keluarga), tidak asal-asalan melahirkan sebanyak-banyaknya setiap sekian tahun (walaupun sudah diatur jaraknya). Kemampuan manusia ada batasnya termasuk materi, kemampuan fisik si ibu mengasuh, dan lainnya)
Demikian
Wassalamualaikum