Senin, 20 April 2015
KEHIDUPAN PADANG MAHSYAR
Pertanyaan yang akan dipertanyakan pada Manusia di Padang Mahsyar:
1. Digunakan untuk apa umurmu semasa hidup?
perhitungan masa hidup :
jika 1 hari 24 jam, apa yang biasa orang lakukan?
Tidur : 8 jam
Jatah TV : 3 jam
Ngobrol : 2 jam
Kuliah : 3 jam
Kerja : 5 jam
BB, FB : 3 jam
Jumlah : 24 jam
Subuh : 5 menit
Dzuhur : 5 menit
Ashar : 5 menit
Magrib : 5 menit
Isya : 5 menit
dalam sehari, hanya 25 menit manusia menghadap Allah, mengingat Allah.
Namun Allah sangat cinta dengan Manusia, Bukti Kecintaan Allah yaitu : Allah ciptakan Ibadah Maghdah (Sholat, Zakat, Puasa, Baca Al-Qur'an dll), dan Ibadah Ghairu Maghdah (kelihatan tidak ibadah, tapi jika bila disebut dengan nama Allah akan bernilai ibadah).
2. Apakah Ilmunya sudah diamalkan?
NDI IMM "Amal adalah Ilmiah, Ilmu adalah Amaliyah" artinya ilmu yang dimiliki harus diamalkan dan amal harus punya dasar.
ilmu harus kita amalkan, dan amal tanpa ilmu tak berpahala.
adalah 3 orang berkata pada Rasulullah :
a: saya akan sholat sepanjang hidup dan tak tidur
b : saya puasa seumur hidup tak akan makan
c : anak dan istriku akan melalaikanku untuk beramal
lalu Rasulullah berkata :
Aku sholat dan aku tidur
aku puasa dan aku makan
aku juga beristri dan bekeluarga
barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku maka ia bukan umatku.
3. Harta dari mana dan dipakai untuk apa?
Ada pangkal ada ujung
ada ujung ada pangkal
salah : sumber baik tapi digunakan untuk tidak baik
salah : sumber tidak baik digunakan untuk baik
salah : sumber tidak baik digunakan untuk tidak baik
benar : sumber baik digunakan untuk kebaikan
dampak makan makanan yang haram:
- setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, tempatnya api neraka
- penghalang masuk surga
4. Anggota tubuh dipakai buat apa?
dua tetes yang bisa menyelamatkan :
a. tetesan darah yang berjuang di jalan Allah
b. tetesan air mata yang mengingat dosa di malam hari
apakah mata digunakan untuk membaca alquran
apakah mulut digunakan untuk mengaji
apakah telinga digunakan untuk mendengarkan alquran
apakah kaki digunakan untuk melangkah ke masjid
Sabtu, 04 April 2015
FATWA MAJELIS TARJIH DAN TAJDID TENTANG SALAT KUSUFAIN (Salat Gerhana)
Assamu’alaikum Warramatullahi Wabarakatuh
(صلاة الكسوفين)
(Disidangkan pada Jumat, 15 Rajab 1429 H / 18 Juli
2008 M)
A.
Pendahuluan
Muktamar Tarjih XX di Garut tanggal
18-23 Rabiul Akhir 1386 / 18-23 April 1976 telah menetapkan keputusan tentang
salat kusufain (salat gerhana matahari dan Bulan). Matan keputusan itu berbunyi,
Apabila
terjadi gerhana matahari atau bulan, hendaknya Imam menyuruh orang menyerukan
“ash-shalatu jami‘ah,” kemudian ia pimpin orang banyak mengerjakan shalat dua
raka’at; pada tiap rakaat berdiri dua kali, ruku’ dua kali, sujud dua kali,
serta pada tiap rakaat membaca Fatihah dan surat yang panjang dan suara
nyaring; dan pada tiap ruku’ dan sujud membaca tasbih lama-lama.
Ketika telah selesai shalat ketika
orang-orang masih duduk, Imam berdiri menyampaikan peringatan dan mengingatkan
mereka akan tanda-tanda kebesaran Allah serta menganjurkan mereka agar
memperbanyak membaca istighfar, sedekah dan segala amalan yang baik.
Istilah gerhana dalam hadis-hadis
disebut kusuf atau khusuf dan kedua istilah ini dalam hadis dapat dipertukarkan
penggunaannya. Hanya saja dalam literatur fikih dan di kalangan fukaha,
biasanya kata kusuf digunakan untuk menyebut gerhana matahari dan khusuf untuk
menyebut gerhana Bulan. Sering juga digunakan bentuk ganda “kusufain” untuk
menyebut gerhana matahari dan gerhana Bulan sekaligus.
B.
Dasar Syar‘i Salat Gerhana
Dasar syar‘i
salat gerhana matahari dan gerhana bulan ditunjukkan oleh sejumlah hadis,
antara lain,
عن عَائِشَةَ
أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ على عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَعَثَ
مُنَادِيًا الصَّلاَةَ جَامِعَةً فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في
رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعِ سَجَدَاتٍ [رواه
البخاري واللفظ له ، ومسلم ، وأحمد] .
Artinya:
Dari
Aisyah (diriwayatkan) bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada masa
Rasulullah saw, maka ia lalu menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami‘ah”.
Kemudian beliau maju, lalu mengerjakan salat empat kali rukuk dalam dua rakaat
dan empat kali sujud [HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad].
عن أبي
مَسْعُودٍ قال قال النبي صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ
يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ من الناس وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ
اللَّهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya:
Dari
Abu Mas’ud r.a., ia berkata: Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan
Bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua
tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihat gerhana keduanya, maka
berdirilah dan kerjakan salat [HR al-Bukhari dan Muslim].
Hadis
pertama merupakan sunnah fikliah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah saw
melakukan salat saat terjadinya gerhana. Hadis kedua merupakan sunnah kauliah
yang berisi perintah Nabi saw untuk melakukan salat pada saat terjadinya
gerhana.
C.
Cara Melaksanakan Salat Kusufain
1.
Apabila
terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilaksanakan salat kusuf dan
Imam menyerukan ash-shalatu jami‘ah. Salat kusuf dilaksanakan berjamaah,
serta tanpa azan dan tanpa iqamah.
Dasarnya
adalah hadis ‘Aisyah yang dikutip terdahulu di mana Imam menyerukan salat
berjamaah, dan dalam hadis itu tidak ada azan dan iqamah.
2.
Salat
kusufain dilakukan dua rakaat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam dengan rukuk, qiyam dan sujud dua kali pada masing-masing rakaat.
Dasarnya
adalah hadis Aisyah yang telah dikutip di atas, dan juga hadis an-Nasa’i
berikut,
عن عَائِشَةَ قالت كَسَفَتْ الشَّمْسُ
فَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلاً فَنَادَى أَنْ الصَّلاَةَ
جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم فَكَبَّرَ ... ... ... ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ
يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ
اللَّهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أو بِأَحَدِهِمَا فأفزعوا إلى اللَّهِ عز وجل
بِذِكْرِ الصَّلاَةِ [رواه النسائي] .
Artinya: Artinya: Dari ‘Aisyah
(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu
Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan ash-shalata jami‘ah. Maka
orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau
bertakbir ... ... ..., kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam.
Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah,
kemudian berkata: Sesungguhnya matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana
karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari
tanda-tanda kebesaran Allah. Maka apabila yang mana pun atau salah satunya
mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui
salat [HR al-Bukhari].
3.
Pada
masing-masing rakaat dibaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar (oleh
imam).
4.
Setelah
membaca al-Fatihah dan surat, diucapkan takbir, kemudian rukuk dengan membaca
tasbih yang lama, kemudian mengangkat kepala dengan membaca sami‘all±hu
liman ¥amidah, rabban± wa lakal-¥amd, kemudian berdiri lurus, lalu membaca
al-Fatihah dan surat panjang tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian
bertakbir, lalu rukuk sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat
dari yang pertama, kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘all±hu
liman ¥amidah rabbana wa lakal-¥amd, kemudian sujud, dan setelah itu
mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.
Dasar
butir ke-3 dan ke-4 adalah,
عن عَائِشَةَ
أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم جَهَرَ في صَلاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
[رواه البحاري ومسلم ، واللفظ له]
Artinya: Dari ‘Aisyah
(diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat khusuf; beliau
salat dua rakaat dengan empat rukuk dan sujud [HR
al-Bukhari dan Muslim, lafal ini adalah lafal Muslim].
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِي صَلاةِ
الْكُسُوفِ [رواه ابن
حبان والبيهقي وأبو نعيم في المستخرج]
Artinya:
Dari
‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat kusuf [HR Ibnu
Hibban, al-Baihaqi dan Abu Nu‘aim dalam al-Mustakhraj].
عن عَائِشَةَ زَوْجِ النبي صلى الله
عليه وسلم قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في حَيَاةِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ
رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ الناس
وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ
كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فقال سمع الله لِمَنْ
حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قام فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً
هِيَ أَدْنَى من الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً
هو أَدْنَى من الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا
وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -ولم يذكر أبو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ
فَعَلَ في الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذلك حتى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قبل أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قام
فَخَطَبَ الناس فَأَثْنَى على اللَّهِ بِمَا هو أَهْلُهُ ثُمَّ قال إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ
[رواه مسلم]
Artinya: Dari ‘Aisyah,
isteri Nabi saw, (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana
matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid, kemudian
berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau.
Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, kemudian bertakbir,
lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘all±hu
liman ¥amidah rabban± wa lakal-¥amd, lalu berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah
dan surat) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian
bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian
mengucapkan sami‘all±hu liman ¥amidah, rabban± wa lakal-¥amd, kemudian beliau
sujud. [Abu Thahir tidak menyebutkan sujud]. Sesudah itu pada rakaat terakhir
(kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga
selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud. Lalu matahari terang (lepas
dari gerhana) sebelum beliau selesai salat. Kemudian sesudah itu beliau berdiri
dan berkhutbah kepada para jamaah di mana beliau mengucapkan pujian kepada Allah
sebagaimana layaknya, kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan Bulan
adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena
mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah salat [HR
al-Bukhari].
Perlu dijelaskan bahwa dua prasa faqtara’a
qira’atan tawilatan dalam hadis Muslim yang disebutkan terakhir di atas
diinterpretasi sebagai membaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, karena tidak
sah salat tanpa membaca al-Fatihah. Karena farsa pertama difahami sebagai
membaca al-Fatihah dan surat panjang, maka frasa kedua yang sama dengan frasa
pertama tentu juga difahami sama. Jadi pada waktu berdiri pertama dalam rakaat
pertama dibaca al-Fatihah dan surat panjang, maka pada berdiri kedua dalam
rakaat pertama juga dibaca al-Fatihah dan surat panjang.
Pemahaman seperti ini dikemukakan
oleh sejumlah ulama. Imam asy-Syafi’’i dalam kitab al-Umm menyatakan,
Dalam salat kusuf imam berdiri lalu
bertakbir kemudian membaca al-Fatihah seperti halnya dalam salat fardu.
Kemudian pada berdiri pertama setelah al-Fatihah, imam membaca surat al-Baqarah
jika ia menghafalnya atau kalau tidak hafal, membaca ayat al-Quran lain setara
surat al-Baqarah. Kemudian ia rukuk yang lama ... ... ..., kemudian bangkit
dari rukuk sambil membaca sami‘allahu liman ¥amidah rabbana wa lakal-¥amd,
kemudian membaca Ummul-Quran dan surat setara dua ratus ayat al-Baqarah,
kemudian rukuk ... ... ... dan sujud. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, lalu
membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus lima puluh ayat al-Baqarah,
kemudian rukuk ... ... ..., lalu bangkit dari rukuk, lalu membaca Ummul-Quran
dan ayat setara seratus ayat bal-Baqarah, kemudian rukuk ... ... ... dan sujud [al-Umm,
I: 280].
Kemudian asy-Syafi‘i menjelaskan
lagi bahwa apabila tertinggal membaca surat dalam salah satu dari dua berdiri
itu, maka salatnya sah apabila ia membaca al-Fatihah pada permulaan rakaat dan
sesudah bangkit dari rukuk pada setiap rakaat. Apabila ia tidak membaca
al-Fatihah dalam satu rakaat salat kusuf pada berdiri pertama atau pada berdiri
kedua, maka rakaat itu dianggap tidak sah. Namun ia meneruskan rakaat
berikutnya, kemudian melakukan sujud sahwi, seperti hal ia apabila ia tidak
membaca al-Fatihah dalam salah satu rakaat pada salat fardu di mana rakaat itu
tidak sah [al-Umm, I: 280].
Hal yang sama dikemukakan pula oleh
fukaha-fukaha yang lain. Al-‘Abdar³ (w. 897/1492), seorang fakih Maliki,
mengutip al-Maziri yang menegaskan bahwa setelah bangkit dari rukuk dibaca
al-Fatihah dan suatu surat panjang, dan pada rakaat kedua juga demikian,
artinya membaca al-Fatihah sebelum membaca masing-masing surat [at-Taj wa
al-Iklil, II: 201]. Ibnu Qudamah (w. 620/1223) dalam dua kitab fikihnya juga menegaskan
bahwa setelah bangkit dari rukuk pertama dibaca al-Fatihah dan surat pendek
baik pada rakaat pertama maupun pada rakaat kedua [al-Kafi, I: 337-338;
dan al-Mughni, II: 143].
5.
Setelah
selesai salat gerhana imam berdiri sementara para jamaah masih duduk, dan
menyampaikan khutbah yang berisi wejangan serta peringatan akan tanda-tanda
kebesaran Allah serta mendorong mereka memperbanyak istigfar, sedekah dan
berbagai amal kebajikan. Khutbahnya satu kali karena dalam hadis tidak ada
pernyataan khutbah dua kali.
Dasarnya
adalah:
عَائِشَةَ
أنها قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى
رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ
رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قام فَأَطَالَ الْقِيَامَ وهو دُونَ الْقِيَامِ
اْلأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ اْلأَوَّلِ
ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ
مِثْلَ ما فَعَلَ في اْلأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وقد انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ
الناس فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ ينخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا
رَأَيْتُمْ ذلك فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
... ... ... [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم ومالك] .
Artinya: Dari ‘Aisyah
(diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa
Rasulullah saw. Lalu beliau salat bersama orang banyak. Beliau berdiri dan
melamakan berdirinya kemudian rukuk dan melamakan rukuknya, kemudian berdiri
lagi dan melamakan berdirinya, tetapi tidak selama berdiri yang pertama.
Kemudian beliau rukuk dan melamakan rukuknya, tetapi tidak selama rukuk yang
pertama, kemudian sujud dan melamakan sujudnya. Kemudian pada rakaat kedua
beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau
menyudahi salatnya sementara matahari pun terang kembali. Kemudian beliau
berkhutbah kepada jamaah dengan mengucapkan tahmid dan memuji Allah, serta
berkata: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran
Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu
melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, salat dan
bersedekahlah... ... ... [al-Bukhari, lafal ini adalah lafalnya, juga
Muslim dan Malik].
... ... ... فإذا رَأَيْتُمْ منها شيئا فَافْزَعُوا إلى ذِكْرِهِ
وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ [رواه البخاري
ومسلم عن أبي موسى]
Artinya:
...
... ... Maka apabila kamu melihat hal tersebut terjadi (gerhana), maka
segeralah melakukan zikir, do‘a dan istigfar kepada Allah [HR al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Musa].
D.
Waktu Pelaksanaan Salat Kusufain
Salat
kusufain dilaksanakan pada saat terjadinya gerhana, berdasarkan beberapa hadis
antara lain,
عَنِ
الْمُغِيرَةِ بنِ شُعْبَةَ قال انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يوم مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فقال
الناس انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إبراهيم فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حتى
يَنْجَلِيَ [رواه
البخاري]
Artinya: Dari
al-Mughirah Ibn Syu‘bah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Terjadi gerhana
matahari pada hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya
gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah.
Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu
melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari
itu terang (selesai gerhana) [HR al-Bukhari].
Dalam hadis ini digunakan kata idz±
(إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan waktu), sehingga
arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah mengerjakan salat pada waktu
kamu melihat gerhana yang merupakan tanda kebesaran Allah itu. Yang dimaksud
dengan gerhana di sini adalah gerhana total (al-kusf al-kulli), gerhana
sebagian (al-kusuf al-juz‘i) dan gerhana cincin (al-kusuf al-halqi) berdasarkan
keumuman kata gerhana (kusuf).
Ibn Qud±mah menegaskan,
Waktu salat gerhana itu adalah
sejak mulai kusuf hingga berakhirnya. Jika waktu itu terlewatkan, maka tidak
ada kada (qadha) karena diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau
bersabda, Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan
kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana). Jadi Nabi saw
menjadikan berakhirnya gerhana sebagai akhir waktu salat gerhana ... ... ...
Apabila gerhana berakhir ketika salat masih berlangsung, maka salatnya
diselesaikan dengan dipersingkat ... ... ... Jika matahari terbenam dalam
keadaan gerhana, maka berakhirlah waktu salat gerhana dengan terbenamnya
matahari, demikian pula apabila matahari terbit saat gerhana bulan (di waktu pagi)
[Al-Mughni, II: 145].
Imam ar-Rafi‘i menegaskan,
Sabda Nabi saw Apabila kamu
melihat gerhana, maka salatlah sampai matahari terang (selesai gerhana)
menunjukkan arti bahwa salat tidak dilakukan sesudah selesainya gerhana. Yang
dimaksud dengan selesainya gerhana adalah berakhirnya gerhana secara
keseluruhan. Apabila matahari terang sebagian (baru sebagian piringan matahari
yang keluar dari gerhana), maka hal itu tidak ada pengaruhnya dalam syarak
(maksudnya waktu salat gerhana belum berakhir) dan seseorang (yang belum
melaksanakan salat gerhana) dapat melakukannya, sama halnya dengan gerhana
hanya sebagian saja (V: 340).
Imam an-Nawawi (w. 676/1277) menyatakan, “Waktu
salat gerhana berakhir dengan lepasnya seluruh piringan matahari dari gerhana. Jika baru
sebagian yang lepas dari gerhana, maka (orang yang belum melakukan salat
gerhana) dapat mengerjakan salat untuk gerhana yang tersisa seperti kalau
gerhana hanya sebagian saja [Raudlat at-Thalibin, II: 86].
E.
Orang Yang Melakukan Salat Gerhana
Dari
penegasan pada sub D di atas, maka dapat difahami bahwa salat kusufain
dilakukan oleh orang yang berada pada kawasan yang mengalami gerhana. Sedangkan
orang di kawasan yang tidak mengalami gerhana tidak melakukan salat kusufain.
Dasarnya adalah hadis yang disebutkan terakhir [huruf D] di atas yang
mengandung kata ra’aitum (‘kamu melihat’), yaitu mengalami gerhana
secara langsung, serta kenyataan bahwa Rasulullah saw melaksanakan salat
gerhana ketika mengalaminya secara langsung. Hal ini sesuai pula dengan
interpretasi para fukaha bahwa apabila gerhana berakhir, berakhir pula waktu
salat gerhana, dan apabila matahari tenggelam dalam keadaan gerhana juga
berakhir waktu salat gerhana matahari. Tenggelamnya matahari jelas terkait
dengan lokasi atau kawasan tertentu sehingga orang yang tidak lagi mengalami
gerhana karena matahari telah tenggelam di balik ufuk, tidak melakukan salat
gerhana. Begitu pula pula apabila gerhana bulan terjadi di waktu pagi menjelang
terbitnya matahari, maka waktu salat gerhana bulan berakhir dengan terbitnya
matahari. Ibn Taimiyyah (w. 728/1328)
menegaskan,
فإن صَلاَةَ اْلكُسُوْفِ
وَاْلخُسُوْفِ لاَ تُصَلَّى إِلاَّ إِذَا شَاهَدْناَ ذَلِكَ [مجموع الفتاوى ، 24:
258] .
Artinya:
Sesungguhnya
salat gerhana matahari dan gerhana Bulan tidak dilaksanakan kecuali apabila
kita menyaksikan gerhana itu [Majmu‘ al-Fatawa, 24: 258].
Perempuan juga ikut melaksanakan salat gerhana karena keumuman perintah melaksanakan salat
gerhana dalam hadis-hadis yang dikutip di atas.
Wallahu
a’lam bish-shawab.
Billahi fi sabililhaq, Fastabiqul
Khairat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuuh.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Langganan:
Postingan (Atom)
Bahasa Sampit dan Kaum Milenial (dalam buku Kata Milenial tentang Bahasa Sampit)
Menjadi salah satu anak muda yang lahir dengan menyandang predikat generasi milenial, memang sangat beruntung. Kemampuan multitasking yan...
-
Ada yang mengalami, ketika sedang berdiskusi atau sekedar berbincang di lingkungan akademik, kita sering mati bahasa karena gagal paham...
-
Bidang Kader PC IMM Kotim pernah menyelenggarakan debat internal untuk membahas Program KB dengan tema “Program KB, Solusi ata...
-
Menjadi salah satu anak muda yang lahir dengan menyandang predikat generasi milenial, memang sangat beruntung. Kemampuan multitasking yan...