Kamis, 13 September 2018

Teruntuk Kader Ikatan (Jilid II)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuuh.

Setelah sekian lama 'tidur' dari dunia perliterasian, baru dua hari yang lalu saya mendapat pemantik yang cukup untuk mengembalikan semangat membaca lagi, pasalnya ada satu buku yang nampaknya 'saya banget'. Kemudian tadi pagi lagi-lagi dapat suntikan amunisi untuk membuat tulisan. Sampai pada malam ini bingung harus mengangkat tema apa. Sekitar 24 menit yang lalu -sejak saya mengetik tulisan ini- pikiran saya menjatuhkan satu tema yang sebeanrnya tidak universal sih, tapi seperti half of my life, mengesankan bagi saya.

Teruntuk kader Ikatan jilid II
Kenapa jilid II? Yaap.. sudah pasti ada yang jilid I-nya ya. Nih saya kasih linknya bagi yang belum menyimak.
Teruntuk kader Ikatan (melati kuncup).

Baiklah, malam ini saya tidak bisa menahan diri untuk menulis atau sekedar menunggu esok pagi. Selain khawatir akan lupa dan hilang mood, rasanya keyboard handphone malam ini lebih bersahabat untuk merekam riangnya hati atas potret beberapa hari lalu sampai hari ini.

Kalau ada yang menyimak tulisan saya sekitar dua tahun yang lalu -mudahan ada yang menyimak ya:D- bahasannya tetap masih sama, juga kebetulan waktunya pun sama (pasca DAD) juga, kok bisa ya?

Rasa syukur saya tahun ini masih menjadi bagian dari proses perkaderan IMM. Momen yang selalu menjadi titik awal semangat perjuangan kader baru. Awalnya sempat berniat jahat untuk tidak melibatkan diri lagi karena beberapa alasan -dasar banyak alasan :/ -, tapi Dia masih memperjodohkan saya pada situasi yang sejujurnya saya tak punya kemampuan untuk meninggalkannya.

Pagi ini handphone saya sempat kehabisan paket sejak malam sebelumnya, sampai di tempat kerja, baru bisa daring dengan koneksi internet via wifi gratis. Bisa dibayangkan berapa banyak pemberitahuan WhatsApp yang masuk dengan 305 kontak ditambah 45 grup serta ada sekitar 100 update status. Diantara itu semua saya yakin kita semua pasti lihai memfilter isi pesan mana yang paling prioritas dan menarik hati.

Siang tadi saya melihat pemandangan yang meruntuhkan segala kekhawatiran saya, panorama wajah immawan immawati sangat melegakan hati saya di tengah kerontangnya dunia yang penuh tipu daya politik praktis ini. Hehe. Keyakinan diri  memuncak. IMM Jaya, IMM Jaya, Ya IMM pasti Jaya!. Begitu gumam hati.


Rasa bahagia mendapat anggota keluarga baru, kader baru dengan semangat baru. Proses perkaderan formal yang telah immawan immawati baru jalani tentu akan menjadi bekal melanjutkan proses selanjutnya. 27 tunas muda mulai tumbuh.



Dari sisi yang lain, teruntuk kader Ikatan yang dulunya kuncup kini telah bemekaran. Menobatkan seseorang dari mahasiswa menjadi kader baru adalah sebuah rutinitas, proses yang bisa ditempuh melalui perkaderan formal, namun menyakinkan kader IMM menjadi kader pimpinan perlu proses, waktu, tempaan dan kesungguhan.

IMM Kotim sebentar lagi akan melaksanakan hajatan besar, sebuah forum tertinggi tingkat cabang, yang di sana akan lahir pemimpin-pemimpin sejati dan pemikiran-pemikiran yang murni, tapi siapa kiranya yang akan berani menyatakan diri untuk menahkodai?.

Melalui tulisan ini, saya utarakan rasa bangga bahwa kader pimpinan telah terpancar dari wajah mereka. Bagi saya setiap saat adalah 'membaca', Membaca tingkah, pola dan situasi yang ada. Pada DAD beberapa hari silam, bermunculan kader pimpinan baru, proses Darul Arqam tidak hanya berkesan bagi kader baru namun juga memberikan ruang bagi kader lama, kader madya khususnya teman-teman cabang untuk meaktualisasikan diri.


Saya sering membiarkan pikiran saya mengonotasikan kerja teman-teman cabang yang saya pikir ekslusif dan kurang blusukan, sekali lagi ini pikiran saya yang kurang analitik. Namun setelah sekian lama terapi dengan kata 'kebijaksanaan', saya melihat kenyataan yang membahagiakan dan membuat menyesal -kenapa tidak dari dulu saya sadari-, kader madya dan teman-teman cabang adalah kader yang berkualitas, unggul dan merata. Merek kader terbaik yang mampu mengayomi, mengarahkan, dan menjadi teladan. Pada DAD ini kader lama mendapat 'panggung' kemenangannya.  Mereka adalah pemenang pada kategorinya masing-masing. Sebuah harmoni (perpaduan) personal yang komplit, ada yang pandai dalam religius, tak kalah juga lihai intelektual, bagian humanis pun tidak kosong. Semua unggul dalam kemampuannya masing-masing. Inilah organisasi beragam dan melengkapi. Mereka unggul dalam bidangnya masing-masing, ada yang menguasai public speaking, kerja lapangan, kerja dapur, kerja administrasi, dan  sinergy building, semua ada pada mereka, pada kita, pada IMM.

Sebuah akhir paragraf dari isi tulisan ini, selamat menuju musyawarah. Teman-teman semua adalah kader-kader pimpinan yang memang masih harus turun untuk memimpin, karena memang inilah goal dari perjalanan ikatan kita. IMM itu seperti mesin produksi. Tepung, telur, gula, susu, dll yang dimasukan ke dalam mesin adonan dan oven tidak akan keluar dengan wujud awalnya, ia akan jadi roti, nilai dan  harganya menjadi meningkat melalui proses tersebut, sebaliknya jika yang keluar masih wujud awalnya, bolehkah kita namakan proses pembuatan roti itu gagal?, Tentu iya. Demikianlah analoginya, kita yang telah memilih berproses tentu akan berbeda dari 'seorang yang memulai' lalu berproses di IMM jadi 'seorang yang menjadi'. Sudah saatnya kita mengusir jauh-jauh rasa keterbebanan. Beban hanya dirasakan oleh orang yang tak yakin kalimah Fastabiqul khoirot, bukankah berlomba harus berani berlelah-lelah? Bagi saya berikatan, berorganisasi adalah seni. Seni mengenal, seni memanajemen, seni memimpin, seni memposisikan sesuatu pada tempat yang tepat. Kita adalah paket yang komplit dan bernilai, tinggal bagaimana teman-teman memilih siapa yang ahli dalam memadu-padankan. Siapa yang akan melanjutkan tonggak kepemimpinan.

Selamat bermusyawarah.
Salam Faskho!
Jangan takut menjadi pemimpin :)

Bahasa Sampit dan Kaum Milenial (dalam buku Kata Milenial tentang Bahasa Sampit)

Menjadi salah satu anak muda yang lahir dengan menyandang predikat generasi milenial, memang sangat beruntung. Kemampuan multitasking yan...