Selasa, 28 November 2017

Tiga Fokus Gerakan Nasional Nasyiatul Aisyiyah


Disampaikan pada Konsolidasi PPNA bersama Nasyiatul Aisyiyah Kalimantan Tengah selepas Pembukaan Tanwir II Pemuda Muhammadiyah

Highline gerakan Nasyiatul Aisyiyah adalah *Gerakan Ramah Ibu dan Anak*

Antara lain:

*Menghidupkan Gerakan Ranting NA*
yaitu dengan berbasis komunitas/hobi, Nasyiatul Aisyiyah diharapkan mampu menjadi pembina komunitas perempuan muda sesuai hobi atau kelurahan yang disebut dengan ranting, misal mengembangkan komunitas yang sekarang trend bagi perempuan muda tentunya tetap membawa visi amar makruf nahi munkar, serta mendesak berdirinya ranting NA di setiap Amal Usaha Muhammadiyah.

*Gerakan Keluarga Muda Tangguh (KMT)*
yang memiliki 10 pilar antara lain :
- Berakhlak mulia
- mengemban visi perdamaian
- mandiri
- demokratis
- berkeadilan dengan semangat Al-Maun
- Anti kekerasan
- Sehat Jasmani, rohani, dan lingkungan
- Kesetaraan akses
- Sadar dan tanggap bencana
- Ego family

Secara nasional Nasyiatul Aisyiyah telah berupaya mengantasi stunting -yaitu masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang lama-,  dengan adanya gerakan KMT ini diharapkan keluarga lebih siap dan sehat dalam menjalankan hidup. Kita sadar bahwa baiknya sebuah negara tentu diawali dengan baiknya setiap keluarga. Kampanye 10 pilar ini harus kita wujud dalam hidup, khususnya kader Nasiyiah Aisyiyah.

*Dakwah Millenial*
Seperti yang dituturkan ayahanda Haedar Nasir saat ini kita warga Muhammadiyah masih belum memaksimalkan sarana digital sebagai media dakwah. Dibandingkan dengan gerakan lain, kita cenderung berdakwah hanya untuk kalangan Muhammadiyah. Oleh karena itu,  Nasyiatul Aisyiyah sudah harus menjadikan media sosial sebagai sarana dakwah yang patut dibuat terstruktur dan mulai melenturkan dakwah sehingga bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Karena pada dasarnya tujuan Nasyiatul Aisyiyah adalah untuk membentuk putri insan yang mulia. Putri insan ini tak terbatas hanya kader Nasyiah, tapi untuk semua masyarakat.

Selain itu, Nasyiah juga harus mulai membuka diri untuk melakukan konsolidasi dengan lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, baik pemerintahan maupun lembaga sosial lainnya.

Fastabiqul khoiroot
Albirru manitaqo
(Ayu Oktarizza)

MEMBACA KU GENGGAM DUNIA


(editor : Ahmad maulana)

 Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki budaya literasi yang tinggi, berbudaya baca tinggi, seperti Jepang, Finlandia, dan beberapa lainnya di Eropa dikenal memiliki budaya literasi yang tinggi. Indikatornya adalah pola hidup, kemajuan ilmu, teknologi dan perilaku yang mereka bangun sejak dini. Mereka sadar bahwa kemajuan bangsa bisa dilakukan apabila kualitas sumber daya manusianya bagus. Bagusnya kualitas SDM, bukan didapat dengan gampang, juga bukan kodrat illahi, tetapi dilewati dengan proses pembelajaran yang bekualitas, menempatkan kegiatan membaca sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi agar bisa mengubah nasib menjadi lebih baik.

memang tak dapat dipungkiri bahwa bagi masyarakat Negara-negara maju seperti di jepang dan eropa membaca adalah sebuah kebutuhan primer (utama), mereka sadar bahwa membaca dan menulis itu  kebutuhan hidup, Selalu diperlukan. Ketika membaca  menjadi kebutuhan dan budaya, maka wajarlah apabila negara-negera tersebut menempatkan mereka diposisi terbaik dalam hal membaca, karena sudah menanam benih membaca sejak usia dini dan hasilnya tidak diragukan lagi didalam bidang literasi.

Sementara bangsa kita, Indonesia berada pada peringkat yang ke 60 dari 61 negara yang merupakan peringkat terendah, Inilah potret  buruk kualitas bangsa Indonesia di dunia global. Dan lagi kualitas di setiap daerahnya pasti tidak berbeda jauh dengan peringkat negaranya didunia, karena semakin ke daerah, budaya baca semakin mati, angat ironis dan menyedihkan.  Padahal, bangsa kita yang mayoritas beragama Islam, harusnya  punya budaya bacanya lebih tinggi dibandingkan mereka di barat. Dikatakan demikian, karena hanya orang Islam yang mendapat perintah dari Allah untuk “ beriqra”, ya membaca. Namun, mengapa masyarakat kita yang mayoritas Islam ini malas membaca, bahkan meninggalkan budaya baca dengan berbagai alasan?

Sejatinya, masyarakat kita memiliki budaya baca tinggi, karena hal ini  sangat berpengaruh terhadap kemampuan baca. Semakin tinggi budaya baca bangsa, maka semakin tinggi daya baca mereka. Artinya kemampuan memahami, menganalisis dan memberikan solusi akan permasalahan-permasalahan bangsa ini, dengan membaca dapat meningkatkan produktif suatu bangsa.

Tak dapat kita pungkiri bahwa sebagai bangsa yang memiliki budaya literasi  tinggi, masyarakatnya memiliki daya fikir dan daya cipta yang tinggi. Mereka bahkan kemudian mengukir kemajuan  bangsa, menjadi bangsa-bangsa yang produktif dan makmur.  Secara positif, bangsa- bangsa tersebut, sudah lebih dahulu sadar bahwa dengan banyak membaca, mereka bisa membangun peradaban bangsanya, dengan ilmu pengetahuan yang memuliakan seseorang dan bangsanya. Mereka menjadi lebih dahulu bangkit dari tidur. Sehingga, sebesar apapun kemajuan dunia, tidak akan banyak berpengaruh atau menurunkan budaya baca mereka. Berbeda halnya dengan bangsa kita.

Sejanak kita mengingat Talk show Najwa Shihab tentang MENEBAR MINAT BACA, berikut ink beberapa ringkasan dari flim tersebut menurut versi saya.

Menurut Sugeng hariyono yang berasal dari lampung membaca bukan hanya untuk Mengisi waktu luang saja namun harus dijadikan sebuah kebutuhan serta harus ada keinginan yang kuat untuk memulai membaca, dengan adanya keinginan yang kuat akan mampu menumbuhkan motivasi dalam membaca baik karena kebutuhan atau hanya sekedar membuka dan mencari tau isi buku.

Saat ini komunitas literasi yang mereka kelola sudah memiliki 3600 koleksi serta telah membuka dan mengembangkan komutitasnya berupa ontel pustaka. perahu pustaka. Dan mendapat suport dari comunitas motor honda CB70 indonesia yang ingin mencerdaskan anak bangsa dengan membaca.

menurut Relawan noken pustaka dari papua yaitu pak misbah dan pak agus mandoen merasa sangat sedih serta prihatin yang mendalam terhadap keadaan siswanya yang kurang memiliki ilmu dan pengetahuan serta buku bacaan karena akses yang sulit dan jauh dari pusat kota namun tidak membuat mereka menyerah untuk membawakan buku bagi anak-anak pedalam papua walaupun hanya sekedar dibuka dan dilhat gambarnya saja sudah membuat hati mereka sangat senang dan bangga karena bisa mendekatkan buku kepada anak-anak dipelosok sana, adapun misi dan tujuan yang mereka agar anak-anak yang ada sekitar desa bisa maju berpikir dan luas pengetahuanya dengan membaca, hal yang mereka lakukan hanya hal kecil, namun besar harapanya bisa melibatkan seluruh lapisan utamanya anak-anak disana supaya anak-anak tidak tertinggal arus perkembangan modern yang semakin maju dan cepat.

Menurut Agus Mandoen "ada rasa kebanggaan saat anak mau memegang buku yang susah payah dibawanya walau itu hanya dipegang dan tidak dibaca sebab mereka tidak bisa membaca", bukan hal yang mudah bagi misbah dan agus untuk membudayakan membaca di pedalaman papua sana, mereka Pernah dianggap gila oleh warga desa karena melakukan hal yang diluar kebiasaan orang papua, namun itu tidak menyurutkan langkah dan semangat mereka untuk terus mebar virus membaca pada warga desa dan anak pedalaman papua.

Bermodalkan rasa prihatin dan semangat terus-menerus menjalani dengan misi dan tujuan yang sudah bulat ditambah sabar pada akhirnya kedatangan mereka ditunggu anak-anak karena ingin belajar dan mencari ilmu pengetahuan yang baru.

Disisi lain Sugeng berharap dengan adanya komunitas baca diindonesia ini akan menjadi sebuah titik awal berkumpulnya orang untuk membca dan menempatkan buku sebagai teman dan sarana menambah teman, dengan buku pula dia yakin bahwa seseorang akan mampu Mengkuti perkembangan zaman, Namun bukan hanya dengan membaca saja membuat anak dekat dan akrab dengan buku tetapi bisa dengan  memutar flim-flim edukasi untuk anak agar menarik minat dan menyenangi membaca hal ini bisa dilakukan dengan membuat bioskop pustaka khusus anak. Sugeng juga menambahkan bahwa dengan membaca akan mampu membangun karakter seorang anak.

Dilain sisi Noken pustaka papua ( misbah dan agus mandoen ) memiliki harapan besar bisa membuat sebuah galeri pustaka terapung yang bukan hanya untuk membaca tetapi juga untuk melestarikan budaya papua/lokal dengan membaca dan wisata, Semangat  dan Tekat kuat menebar minat baca harus ada pada diri seorang pemuda, dengan berpartisipasi pemuda dalam hal ini walaupun hanya sesuatu yang kecil asalkan dilakukan dengan hati tulus dan ikhlas maka akan membawa dampak yang positif serta bermanfaat baik untuk dirinya dan masyarakat sekitarnya.

Menurut M aryo faridh zidhi dan firman venayaksa pengurus Komunitas ayo baca indonesia mereka Berkeinginan untuk mengajak anak-anak membaca dengan metode mendongeng. Hal sama pun menjadi sebab mereka terpanggil karena resah dengan minat anak membaca serta mendongeng yang menjadi sebuah ciri khas bangsa indonesia kian surut, harapanya dengan metode yang menyenangkan akan membuat anak tertarik membaca dan mendongeng. Bukan hanya itu mereka juga mengajarkan jurnalistik, dan sastra, yang menunjukan bahwa dari hasil membaca membuat mereka bisa dalam berbagai bidang karena sebuah buku membuka sejuta ilmu yang tidak di dapat oleh siapapun yang malas membaca dan mencari harta karun ilmu pengetahuan didalam sebuah buku.

Dari film yang sudah kita simak beberapa waktu yang  lalu menunjukan bahwa membaca harus digagas untuk semua masyarakat Akan tetapi bukan hanya membaca saja namun harus pula Memulai diskusi antar pembaca yang membuat ilmu bacaan berkembang, Dan tantangan yang saat ini dihadali oleh pembaca adalah  keterbatasan buku-buku bacaan, dalam hal ini Negara harus terlibat untuk menyikapi permasalahan tersebut, bukan beralasan karena minat baca rendah sehingga tidak menyediakan buku bacaan yang mampu mengembangkan pengetahuan dan karakter anak bangsa nantinnya.

Dilain pihak menurut syarif bando kepala pustaka republik indonesia mengatakan "buku bacaan yang tidak ada membuat pemerintah mengatakan bahwa minat baca rendah yang pada kenyataanya terbalik, buku-buku yang tidak memadai membuat minat membaca rendah tidak sesuai dengan keinginan pembaca tetapi semangat membaca yang begitu tinggi masih ada pada masyarakat"  tegasnya.

Mengutip pernyataan dari Najwa shihab, dia mengatakan " Jika melek aksara menjadi hal biasa Minat baca adalah hal yang istimewa
Sekadar mengeja telah menjadi kebiasaan
Namun gemar membaca adalah keistimewaan
Meningkatkan minat baca memang tak gampang.
Berbagai kendala banyak menghadang, Budaya menonton kian merajalela, Sosial media lebih mengoda ketimbang pustaka, Buku-buku memang terus diproduksi, Tapi tak serta merta meningkatkan literasi.
Belum lagi persoalan distribusi
Buku-buku sulit diakses mereka yang terisolasi
Perpustakaan hanya diisi diktap dan kisi-kisi
Sedikit yang bisa menghidupkan imajinasi "
#salamliterasi

Jumat, 24 November 2017

*BAGIMU YANG MENDIDIK DENGAN RASA*


Gemuruh berita kekerasan guru terhadap murid, potret dan audio visual yang diviralkan semacam mendiskreditkanmu, memberi konotasi yang meruntuhkan nilai jasamu.


Istilah-istilah yang mereka lekatkan kepada engkau. Bagaimana mungkin bisa demikian?, guru killer, guru kejam, guru cerewet, guru ngeri, embel-embel nakal yang terus dijadikan ikon bagimu.

Belum lagi masalah anak bolos, anak melakukan pergaulan bebas, anak merokok, anak putus sekolah,  anak nakal, pertanyaan pertama "memangnya gurunya ngapain di sekolah?".

Bagimu yang mendidik dengan rasa, tentu pilu menyaksikan kisruh dunia pendidikan. Duduk dibalik meja dengan tumpukan tugas siswa, berpikir sedemikiannya menggali kreativitas, bagaimana agar anak didik tertarik berkontak sosial denganmu.


Bagimu yang mendidik dengan rasa, mendengar kabar kesuksesan anak didikmu pun telah membuatmu menghela nafas syukur mendalam, tak mengharap mereka menghampiri. Tak meminta balasan pun dari apa yang telah mereka peroleh.

Tiada guru yang mencita-citakan anak didiknya bernasib tak lebih darinya, semua guru ingin anak didik melampauinya, menjadi manusia-manusia hebat. Apalagi jika dihati kita terbesit bahwa guruku jahat. Tidak, jangan begitu.

Guruku, kami tak akan mampu berhitung, atau mungkin takkan bisa membaca tulisan ini tanpa guru. Kami tak paham ilmu sosial, tak mengerti kejadian alam, tak tau hukum negeri ini, buta ilmu agama, jika bukan engkau yang mengajarkan. Sementara kami masih bisa angkuh menganggap engkau kuno, kolot, dan jahat.

Lelahnya engkau dengan segala lika-liku kurikulum, semrawut administrasi, dan menghadapi puluhan bahkan ratusan siswa setiap hari dengan perangai yang berbeda-beda.


Begitulah tugasmu wahai guruku, 
bagimu yang mendidik dengan rasa, 
dedikasi kami segenap anak bangsa menaruh rasa bangga karena telah dididik digugu dengan cara terbaikmu. Bagaimanapun, engkau pasti menaruh harapan bagi anak didikmu.

(ao) 

PENDIDIKAN YANG JUJUR

*Selamat Hari Guru*
untuk semua guru, dosen, tenaga pengajar, ustadz, dan seluruh orang tua Indonesia..

Sebuah resume singkat dari Sambutan *Ayahanda Drs. H. A. Dahlan Rais, M. Hum* pada Acara Wisuda STKIP Muhammadiyah Sampit

*PENDIDIKAN YANG JUJUR*

Tujuan pendidikan adalah untuk mendidik anak agar berakhlaqul karimah. Menjadikan anak berakhlak dulu, hingga ia berkarakter, barulah transformasi ilmu.

Menteri Pendidikan Republik Indonesia baru-baru ini menyatakan nilai Ujian Nasional (UN) tahun lalu menurun, hal ini berbanding terbalik dengan nilai integritas yang dipandang meningkat.

Pertanyaannya, bagaimana mengukur nilai integritas seseorang? Yaitu dengan melihat selisih nilai UN dan Nilai Sekolah yang lebih dekat, ini artinya nilai kejujuran semakin baik.

Bukan rahasia lagi bahwa telah terjadi persekongkolan di semua lini pendidikan yaitu memanipulasi nilai, yang seharusnya ini tidak boleh dilakukan. Sesuatu yang hanya dilakukan oleh orang yang tidak sehat.

Sistem yang seperti ini memang terus berkesinambungan, Kepala Sekolah akan malu jika nilai UN siswa jelek. Kepala Sekolah bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan, sementara Kepala Dinas Pendidikan akan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah, lalu Kepala Daerah akan malu jika hasil Ujian Nasional rendah dari daerah lain. Begitulah seterusnya.

Sekarang jelaslah mengapa kualitas pendidikan negeri kita turun karena kejujuran dalam pelaksanaan pendidikan sedikit demi sedikit menghilang.

Jika dibandingkan dengan negara Vietnam, anggaran pendidikan Indonesia dan vietnam hampir sama yaitu 20% dan 21% dari APBN yang ada, namun sepertinya kita harus belajar pada negara Vietnam yang peringkat pendidikannya jauh di atas kita. Vietnam telah mengembangkan pendidikan akhlak sosial yang baik, hal itu ditandai dengan tingginya tingkat kepercayaan di sana. Kepercayaan tentunya berawal dari kejujuran.

Saya agak bingung ketika Kepala Negara mengatakan "untung kita masih dipercaya untuk berhutang lagi".
Bagi saya berutang sama halnya menurunkan kedaulatan, lebih-lebih menjual kedaulatan .

Novel Siti Nurbaya telah menggambarkan bagaimana orang tuanya yang terlilit utang, bahkan menerima anaknya, Siti Nurbaya dipinang oleh seorang kakek tua datuk Marlinggih karena diimingi harta. Di sana jelas terlihat kedaulatan telah hilang.

Bapak Ar fakhruddin ditanya oleh seseorang, bolehkah berhutang pada lembaga keuangan?, beliau menjawab sederhana "boleh kalau membayar, tidak boleh kalau tidak dibayar". Ini artinya berhutang harus dibayar bukan malah ngutang lagi.

Kembali pada pendidikan,  sebuat kalimat menarik  *Untuk menghancurkan sebuah bangsa, tidak perlu dengan bom,  roket, dan senjata berat, tapi cukup dengan MEMPERMUDAH MURID  CURANG DALAM UJIAN dan LONGGAR DALAM DISIPLIN  BELAJAR*

Kejatuhan sebuah negara berasal dari Kejatuhan sebuah pendidikan di dalamnya.

Tujuan Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah adalah:
1. Mendidik dengan akhlaq karimah
2. Mendidik dengan ilmu yang memadai sesuai bidang sehingga tidak menjadi manusia serakah dan angkuh.

Para guru yang budiman, jadilah guru yang kreatif. Kreatif mengandung unsur:
(1) kebaruan, (2) pemecahan masalah/solutif, (3) Divergen, tidak melihat persoalan dari satu sudut pandang saja.

Akhirnya marilah kita ciptakan pendidikan yang jujur dan mandiri. Tingkatkan integritas menuju pendidikan Indonesia yang berkemajuan dan berkeunggulan.

Fastabiqul khoiroot.

Rabu, 15 November 2017

Untuk Apa Ber-IMM?


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan suatu tempat strategis bagi mahasiswa Islam untuk mengaktualisasikan dirinya ke dalam gerakan-gerakan kebaikan. IMM berada pada medium class dalam tatanan kehidupan bangsa, yang memiliki dua cabang pergerakan yaitu menjadi kontrol sosial pemerintah dan pemberdayaan masyarakat.

Seseorang yang ingin menjadi bagian dari IMM biasanya karena ingin menambah pengalaman, ingin dapat banyak teman, ingin bisa bicara di depan umum, atau karena ia suka beorganisasi maka ikut IMM. Tentu ini bukan jawaban atau alasan yang diharapkan, tapi wajar saja karena pada umumnya kader baru masih belum diperkenalkan dengan istilah perjuangan, alasan saya pun demikian ketika akan mengikuti Darul Arqam Dasar (DAD). Ada juga yang masuk dengan alasan yang lebih agamis, seperti ingin meningkatkan kualitas beragama, ingin bisa ngaji, dan sebagainya. Sekali lagi alasan mulia ini tidaklah salah, tapi mungkin kita bisa lihat bersama bahwa alasan-alasan di atas masih bersifat satu arah.

Kembali pada posisi IMM yang sangat strategis, pertama, IMM memiliki keluwesan sebagai kontrol sosial pemerintah, melalui bidang hikmahnya IMM mampu mengkaji isu-isu kebangsaan, melaksanakan jihad kerakyatan, melalukan komunikasi kepada pemangku kekuasaan agar bergerak sesuai koridor menyejahterakan rakyat, IMM dianggap mampu dan harus menjadi salah satu pilar organisasi kepemudaan yang respon dan partisipatif bagi pemerintah. Kedua, IMM sebagai pemberdaya masyarakat harus mampu membangkitkan semangat masyarakat dalam meningkatkan kemampuan SDM dan materilnya. Semangat Al-Ma'un yang terus digaungkan, tak cukup hanya jadi pajang kusam di beranda facebook, instagram, twitter dan lainnya, hal tersebut harus tersampaikan benar-benar bagi masyarakat. Inilah yang dimaksud medium class, dalam geraknya IMM tidak hanya asik "bergurau" dengan masyarakat atau tidak melulu "ngopi" di cafe bersama pejabat. IMM membawa gerakan keadilan, sebagai "jembatan penghubung" antara pemerintah dengan rakyatnya.

Gerakan IMM sungguh sangatlah jelas. Kader yang telah menyandang gelar Immawan immawati memiliki tugas yang sama antara keduanya. Dalam setiap organisasi tentu ada kepentingan pribadi yang tak bisa dihindar, seperti alasan-alasan di atas. Jangan hilangkan, motif satu arah - apa yang IMM beri untukku- itu harus diimbangi dengan motif kedua - apa yang aku korbankan untuk IMM-, sehingga untuk apa kita ber-IMM akan dilandasi oleh alasan yang dua arah.

Lantas untuk apa ber-IMM?
Tidak lain adalah mendapatkan ridho Allah SWT. Kemudian muncul lagi pertanyaan, dengan cara yang bagaimana? "Dakwah". Saya ingat kalimat Ibunda dari bapak Amien Rais dalam tulisan autobiografi beliau, "Amien, dakwah itu memiliki dua sayap, yaitu amar makruf dan nahi munkar. Bila kamu ingin melaksanakannya, maka kerjakan keduanya. Tapi, Jika kamu laksana amar makruf (menyerukan kebaikan) mungkin masyarakat akan menyukaimu, sedangkan jika kamu melakukan nahi munkar (mencegah keburukan) pasti akan ada pihak yang membencimu". Perkataan ibunda pak Amien ini sangat benar, sebuah analogi: seorang pencuri jika kita ajak melakukan hal baik (amar makruf) dia tidak akan marah, tapi jika kita minta ia berhenti menjadi pencuri (nahi munkar) ia mungkin akan marah.

Demikianlah seharusnya cara ber-IMM nya Immawan dan immawati, ketika mengikhlaskan diri dalam ikatan maka sebuah "pencarian" tak boleh berhenti, pencarian tentang alasan fundamental dalam berdakwah. Untuk apa ber-IMM? Adalah untuk menebarkan semangat kompetisi kebaikan (Fastabiqul khoiroot) yang harus diawali dari diri sendiri, kemudian menularkan kebaikan tersebut kepada lingkungan. Gelar Immawan dan immawati tidak hanya melekat ketika kita berkumpul dalam ikatan saja, tapi dengan siapapun kita harus menampilkan jati diri IMM dalam diri. Seorang senior pernah berkata, kader IMM itu bagaikan emas, ditumpukkan manapun, emas adalah emas, meski bercampur tanah atau debu, ia tidak akan berubah. Dimanapun kader IMM berada ia tetap teguh pada pendirian, memegang prinsip dakwah, dan tetap berharga layaknya emas.

Salam Faskho!
Immawati Ayu Oktarizza
(IMM Kotawaringin Timur)

Bahasa Sampit dan Kaum Milenial (dalam buku Kata Milenial tentang Bahasa Sampit)

Menjadi salah satu anak muda yang lahir dengan menyandang predikat generasi milenial, memang sangat beruntung. Kemampuan multitasking yan...