بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
١. أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
٢. فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
٣. وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
٤. فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
٥. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
٦. الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ
٧. وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1.
Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama?.
2.
Itulah
orang yang menghardik anak yatim,
3.
dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4.
Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,
5.
(yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya,
6.
orang-orang
yang berbuat ria.
7.
dan
enggan (menolong dengan) barang berguna.
(QS. Al-Ma’un: 1-7)
Menegakkan
agama dapat dimulai dari penerapan agama Islam dari diri sendiri, keluarga, dan
memerhatikan masyarakat sekitar. Shalat, puasa, haji, dan mengentaskan umat
Islam dari kemiskinan dan kebodohan merupakan ajang dalam penegakan agama.
Salah satu upaya menegakkan agama dalam hidup bermasyarakat adalah dengan
membumikan pesan surat al-Ma’un.
Dalam
surat ini kita dapat melihat betapa Allah SWT menganjurkan kita untuk
senantiasa memberikan perhatian terhadap keadaan sosial dan saling menyantuni
kaum tak mampu.
Perhatian Islam terhadap Kaum Lemah
Islam
memberikan perhatian yang mendalam terhadap orang-orang lemah, yaitu mereka
yang miskin dan tertindas. Menurut Islam, beriman dan berislam tidak sempurna
jika tidak diikuti oleh pemberian dan bantuan terhadap orang yang membutuhkan
pertolongan. Dalam surat al-Ma’un dengan tegas Allah menyatakan bahwa orang
yang mempunyai kelebihan harta tapi tidak membantu orang yang membutuhkan
pertolongan disebut sebagai pendusta agama.
Isi
surat al-Ma’un ini membicarakan beberapa sifat manusia yang dipandang sebagai
mendustakan agama dan ancaman terhadap orang-orang yang melakukan shalat dengan
lalai dan riya.
Surat
al-Mau’un secara tegas menyatakan bahwa mereka yang menghardik anak yatim,
tidak memberi makan orang-orang miskin, dan enggan mengeluarkan barang berguna
untuk membantu mereka yang membutuhkan, termasuk orang yang mendustakan agama.
Termasuk juga orang mendustakan agama adalah orang yang melalaikan shalat atau
shalat karena riya’.
Cukuplah
kiranya surat al-ma’un ini menyadarkan kita bahwa beriman dan berislam tidak
sempurna jika kita tidak mempedulikan anak-anak yatim dan orang-orang miskin di
sekitar kita. Kita harus membuang jauh-jauh anggapan bahwa keimanan terpisah
dengan realitas sosial.
Belajar dari KH. Ahmad Dahlan
Al-Quran
adalah kitab petunjuk untuk meraih kebahagian di dunia dan akhirat. Karena itu,
petunjuk Al-Quran harus diamalkan, tidak hanya dipahami dan dimengerti saja.
Hanya itulah jalan satu-satunya meraih kebahagian dunia dan akhirat. Sayangnya,
banyak dari umat Islam yang hanya membaca Al-Quran, tapi tidak memahami
maknanya, apalagi mengamalkan pesannya.
Al-Quran
dibaca sekedar untuk meraih pahala disisi-Nya tanpa diiringi usaha memahami
maknanya untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut KH.
Ahmad Dahlan —pendiri Muhammadiyah, dalam mempelajari Al-Quran, umat Islam
tidak boleh beranjak kepada ayat berikutnya sampai ia benar-benar paham arti
dan tafsirnya serta dapat mengimplementasikan pesan ayat tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Ada
cerita yang cukup terkenal di kalangan Muhammadiyah dan sering diceritakan
ulang, berkenaan dengan cara KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surah surat al-Ma’un
kepada para murid-muridnya. Diceritakan bahwa KH. Ahmad Dahlan berulang-ulang
mengajarkan surat al-Ma’un dalam jangka waktu yang lama dan tidak mau beranjak
kepada ayat berikutnya, meskipun murid-muridnya sudah mulai bosan.
Dihimpit
oleh rasa bosan karena KH. Ahmad Dahlan terus-menerus mengajarkan surat
al-Mau’un, akhirnya salah seorang muridnya, H. Syuja’, bertanya mengapa Kiyai
Dahlan yang tidak mau beranjak untuk mempelajari pelajaran selanjutnya. Lantas
Kiyai Dahlan balik bertanya, “Apakah kamu benar-benar memahami surat ini?” H.
Syuja’ menjawab bahwa ia dan teman-temannya sudah paham betul arti surat
tersebut dan menghafalnya di luar kepala. Kemudian Kiyai Dahlan bertanya lagi,
“Apakah kamu sudah mengamalkannya?” jawab H. Syuja’, “Bukankah kami membaca
surat ini berulang kali dalam sewaktu salat?”
Kiyai
Dahlan lalu menjelaskan bahwa maksud mengamalkan surat al-Ma’un bukan menghafal
atau membaca, tapi lebih penting dari itu semua, adalah melaksanakan pesan
surat al-Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu’, lanjut Kiyai
Dahlan, “setiap orang harus keliling kota mencari anak-anak yatim, bawa mereka
pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan
minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini
kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian.”
(dikutip dari buku “Teologi Pembaharuan” karya Dr. Fauzan Saleh). Cerita Kiyai
Ahmad Dahlan di atas menggambarkan bagaimana seharusnya ayat-ayat Al-Quran
dipelajari, yakni tidak beranjak ke ayat lain sebelum memahami dan mengamalkan
isi pesan ayat tersebut.
Saat
ini, negeri kita belum bisa terbebas dari jeratan kemiskinan. Maka membumikan pesan
al-Ma’un, yaitu mencurahkan perhatian pada anak-anak yatim dan orang-orang
miskin dan membantu mereka, adalah sebuah keniscayaan. Ini penting bagi kita,
bukan hanya agar kita tidak menjadi kaum pendusta agama, tapi juga sebagai
langkah awal untuk mengakhiri penderitaan mereka yang tidur dalam keadaan perut
lapar, kedinginan di bawah kolong-kolong jembatan, dan anak-anak balita yang
busung lapar.
Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul Khairat
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar