Jumat, 24 November 2017

PENDIDIKAN YANG JUJUR

*Selamat Hari Guru*
untuk semua guru, dosen, tenaga pengajar, ustadz, dan seluruh orang tua Indonesia..

Sebuah resume singkat dari Sambutan *Ayahanda Drs. H. A. Dahlan Rais, M. Hum* pada Acara Wisuda STKIP Muhammadiyah Sampit

*PENDIDIKAN YANG JUJUR*

Tujuan pendidikan adalah untuk mendidik anak agar berakhlaqul karimah. Menjadikan anak berakhlak dulu, hingga ia berkarakter, barulah transformasi ilmu.

Menteri Pendidikan Republik Indonesia baru-baru ini menyatakan nilai Ujian Nasional (UN) tahun lalu menurun, hal ini berbanding terbalik dengan nilai integritas yang dipandang meningkat.

Pertanyaannya, bagaimana mengukur nilai integritas seseorang? Yaitu dengan melihat selisih nilai UN dan Nilai Sekolah yang lebih dekat, ini artinya nilai kejujuran semakin baik.

Bukan rahasia lagi bahwa telah terjadi persekongkolan di semua lini pendidikan yaitu memanipulasi nilai, yang seharusnya ini tidak boleh dilakukan. Sesuatu yang hanya dilakukan oleh orang yang tidak sehat.

Sistem yang seperti ini memang terus berkesinambungan, Kepala Sekolah akan malu jika nilai UN siswa jelek. Kepala Sekolah bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan, sementara Kepala Dinas Pendidikan akan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah, lalu Kepala Daerah akan malu jika hasil Ujian Nasional rendah dari daerah lain. Begitulah seterusnya.

Sekarang jelaslah mengapa kualitas pendidikan negeri kita turun karena kejujuran dalam pelaksanaan pendidikan sedikit demi sedikit menghilang.

Jika dibandingkan dengan negara Vietnam, anggaran pendidikan Indonesia dan vietnam hampir sama yaitu 20% dan 21% dari APBN yang ada, namun sepertinya kita harus belajar pada negara Vietnam yang peringkat pendidikannya jauh di atas kita. Vietnam telah mengembangkan pendidikan akhlak sosial yang baik, hal itu ditandai dengan tingginya tingkat kepercayaan di sana. Kepercayaan tentunya berawal dari kejujuran.

Saya agak bingung ketika Kepala Negara mengatakan "untung kita masih dipercaya untuk berhutang lagi".
Bagi saya berutang sama halnya menurunkan kedaulatan, lebih-lebih menjual kedaulatan .

Novel Siti Nurbaya telah menggambarkan bagaimana orang tuanya yang terlilit utang, bahkan menerima anaknya, Siti Nurbaya dipinang oleh seorang kakek tua datuk Marlinggih karena diimingi harta. Di sana jelas terlihat kedaulatan telah hilang.

Bapak Ar fakhruddin ditanya oleh seseorang, bolehkah berhutang pada lembaga keuangan?, beliau menjawab sederhana "boleh kalau membayar, tidak boleh kalau tidak dibayar". Ini artinya berhutang harus dibayar bukan malah ngutang lagi.

Kembali pada pendidikan,  sebuat kalimat menarik  *Untuk menghancurkan sebuah bangsa, tidak perlu dengan bom,  roket, dan senjata berat, tapi cukup dengan MEMPERMUDAH MURID  CURANG DALAM UJIAN dan LONGGAR DALAM DISIPLIN  BELAJAR*

Kejatuhan sebuah negara berasal dari Kejatuhan sebuah pendidikan di dalamnya.

Tujuan Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah adalah:
1. Mendidik dengan akhlaq karimah
2. Mendidik dengan ilmu yang memadai sesuai bidang sehingga tidak menjadi manusia serakah dan angkuh.

Para guru yang budiman, jadilah guru yang kreatif. Kreatif mengandung unsur:
(1) kebaruan, (2) pemecahan masalah/solutif, (3) Divergen, tidak melihat persoalan dari satu sudut pandang saja.

Akhirnya marilah kita ciptakan pendidikan yang jujur dan mandiri. Tingkatkan integritas menuju pendidikan Indonesia yang berkemajuan dan berkeunggulan.

Fastabiqul khoiroot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahasa Sampit dan Kaum Milenial (dalam buku Kata Milenial tentang Bahasa Sampit)

Menjadi salah satu anak muda yang lahir dengan menyandang predikat generasi milenial, memang sangat beruntung. Kemampuan multitasking yan...