Tanya:
Boleh
atau tidak seorang wanita menjadi pemimpin, misalnya menjadi direktris rumah
sakit, sebab ada hadist Nabi saw yang menyatakan bahwa tidak akan beruntung
suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita?
Jawab:
Dalam
Keputusan Muktamar Tarjih XVII di Wiradesa dan disempurnakan pada Muktamar
XVIII di Garut, tentang "Adabul Mar'ah fil Islam" dinyatakan
bahwa tidak agama tidak menolak dan menghalang-halangi seorang wanita menjadi
hakim, diretur sekolah, direktur perusahaan, camat, lurah, menteri, walikota
dan sebagainya.
Pimpinan
Daerah Majelis Tarjih Kota Madya Surakarta melakukan pengkajian tentang hadist
"Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada
wanita", Majelid Tarjih PP Muhammadiyah tidak melihat adanya dalil-dalil
yang merupakan nash bagi pelanggaran wanita menjadi
pemimpin. Karena itu MajelisTarjih PP Muhammadiyah berkesimpulan, sesuai
dengan putusan Wiradesa di atas, boleh
wanita menjadi direktris rumah sakit.
Biasanya
ada 3 (tiga) dalil yang diajukan sebagai dasar larangan wanita menjadi pemimpin
yaitu:
1. Firman
Allah SWT, dalam surat an-Nisa, ayat 34:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.
2. Hadist Nabi saw yang diriawayatkan oleh al-Bukhari, an-Nasa'i. At-Turmudzi dan Ahmad dari Abu Bakrah yang berbunyi: "Tidak akan beruntung suatu kaum yang akan menyerahkan urusan mereka kepada wanita".
3. Hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ahmad yang berbunyi: "Tibalah saatnya kehancuran kaum laki-laki apabila ia tunduk kepada kaum wanita".
Mengenai ayat 34 an-Nisa', dalam tafsir ash-Shabuni (Juz 1:466) dijelaskan bahwa latar belakang historis (sebab nuzul) ayat ini menyangkut hubungan privat laki-laki dan wanita dalam rumah tangga. Ayat ini turun mengenai kasus pembangkangan (musyuz) isteri Sa'ad Ibnu ar-Rabi' sehingga Sa'ad menamparnya dan ia mengadukan hal ini kepada Nabi saw seraya meminta supaya Sa'ad dihukum qishash. Nabi saw tidak melakukan hukum tersebut karena turunnya ayat ini, yang berarti Sa'ad bertindak dalam kepastiannya sebagai pemimpin dalam kehidupan rumah tangga. Al-Qur'an dan terjemahan dari Departemen Agama memberi judl ayat ini "Beberapa peratuaran hidup bersuami istri", Dalam ayat itu sendiri ditegaskan salah satu alasan lelaki memimpin wanita, yaitu karena lelaki bertanggungjawab atas nafkah keluarga. Jadi jelas bahwa ayat ini adalah dalam konteks kehidupan suami dan istri. Karenanya ayat ini tidak merupakan nash pelanggaran wanita menjadi pemimpin dalam kehidupan sosial dari luar rumah tangga seperti menjadi direktur dan sebagainya.
Mengenai dalil kedua (Hadist dari Abu Bakrah) adalah shahih, ditiwayatkan oleh Al-Bukhari dua kali dalam kalimat shahihnya, yaitu pada kitab Al-Maghazi, bab Kitab An-Nabi Ha Kisra Wa Qaisar (Juz III: 90-91)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar